- PPP (Paritas Daya Beli)
- Adalah perbandingan harga barang-barang antara dua negara dengan menggunakan mata uang yang sama. Prediksi nilai valuta dari negara-negara dengan inflasi tinggi bisa dilakukan dengan cara membandingkan harga-harga barang komoditas suatu negara dengan negara lainya dengan mata uang yang sama, misal harga donat di amerika adalah 1 dollar dan harga donat di jepang adalah 10 dollar, maka bisa diprediksi bahwa nilai valuta mata uang amerika dan jepang adalah 1/10 , atau bisa dikatakan satu dollar adalah sebesar 10 yen.
Jika amerika mengalami inflasi sebesar 5%, sedangkan jepang mengalami inflasi sebesar 10%, maka harga setelah inflasi adalah 1,05 dollar, dan 11 yen, jadi nilai valuta yang baru setelah inflasi adalah sebesar 11/1,05 = 10,4 . Persamaan terakhir menjelaskan bahwa mata uang negara yang mengalami inflasi lebih tinggi akan terdepresiasi, sebaliknya, mata uang dari negara yang mengalami inflasi lebih rendah akan terapresiasi.
- Konsep Purchasing Power Parity, atau Paritas Daya Beli, PPP diperkenalkan oleh ekonom klasik bernama David Ricardo. Konsep ini kemudian dipopulerkan oleh ekonom Swedia yang bernama Gustave Cassel pada tahun 1920, saat negara-negara Eropa seperti Jerman, Soviet, dan Hongaria mengalami inflasi tinggi.
Penjelasan konsep teori Purchasing Power Parity didasarkan pada hukum satu harga, the law of one price yang menyatakan bahwa harga komoditas yang sama di dua negara yang berbeda akan sama jika dinilai dengan mata uang yang sama.
- Kita bisa mengujinya dengan membandingkan data banyak harga barang-barang antara dua negara dan mengambil sampelnya , dari data-data tersebut bisa di teliti faktor-faktor atau indicator bahwa inflasi mempengaruhi nilai valuta suatu negara.
- Jika inflasi anatara negara-negara maju hanya selisih beberapa persen saja dalam satu tahun, tetapi nilai tukar actual antara dolar AS dengan valuta dari negara –negara tersebut seringkali berubah lebih dari 10% atau lebih, mungkin ini disebabkan ada indicator yang lain selain inflasi yang menyebabkan nilai valutanya berubah lebih dari 10%. Sebab nilai tukar mata uang itu tidak sepenuhnya hanya di pengaruhi oleh inflasi.
Kesimpulannya teorinya inflasi tinggi = kurs melemah,inflasi rendah= kurs menguat, tp pada kenyataannya inflasi tidk sepenuhnya mempengaruhi nilai mata uang.
- IFE(Fisher International)
- Pengertian Internasional Fisher Effect, IFE
Teori internasional fisher effect (IFE Theory) menjelaskan hubungan antara tingkat bunga dengan perubahan kurs mata uang asing. Teori ini menggabungkan teori PPP dengan teori Efek Fisher yang ditemukan oleh ekonom yang bernama Irving Fisher. Menurut teori IFE terjadinya perbedaan tingkat bunga antara dua negara disebabkan adanya perbedaan ekspektasi terhadap tingkat inflasi.
Fisher Efect menjelaskan bahwa tingkat inflasi akan menentukan tingkat bunga.
Jika tingkat bunga di Jepang lebih tinggi daripada tingkat bunga di Amerika, maka Yen Jepang akan mengalami depresiasi dan Dollar Amerika mengalami apresiasi.
Artinya kurs setelah terjadi perubahan akibat pengaruh inflasi akan naik. Atau kurs yang diharapkan mengalami penguatan. Jika USD/JPY menguat, artinya Dollar Amerika terapresiasi dan Yen jepang terdepresiasi.
Persamaan Fisher Effect International menjelaskan bahwa mata uang negara dengan tingkat bunga rendah diharapkan akan mengalami apresiasi terhadap mata uang dari negara dengan tingkat bunga tinggi.
Dengan kata lain tingkat bunga yang tinggi akan dikompensasi oleh turunnya nilai tukar mata uang negara tersebut, atau sebaliknya tingkat bunga yang rendah akan dikompensasi oleh menguatnya nilai tukar mata uang negara tersebut.
Jika tidak ada kompensasi melalui mekanisme apresiasi atau depresiasi terhadap mata uangnya, maka akan terjadi aliran modal dari negara dengan tingkat bunga rendah ke negara dengan tingkat bunga tinggi.
Kesimpulanya jika inflasi tinggi = suku bunga dinaikan agar inflasi turun= kurs melemah , artinya tingkat suku bunga suatu negara yg lebih tinggi akan terdepresiasi terhadap yang negara yang suku bunganya lebih rendah. Tapi ini menjadi tidak konsisten terhadap teori PPP, dimana jika digabung dengan teori PPP menjadi inflasi tinggi=kurs lemah=kemudian suku bunga dinaikan=inflasi rendah = tetapi kurs tetap lemah(jika menggunakan IFE). Ini bertentangan dengan teori PPP, dimana inflasi rendah= kurs menguat.
- Implikasi dari IFE bagi perusahaan-perusahaan yang kelebihan kas, dan terus berinvestasi dalam sekuritas-sekuritas treasury luar negri adalah dengan mencari negara dengan tingkat suku bunga tinggi , dan jika tingkat suku bunga rendah, maka perusahaan-perusahaan ini akan mengalirkan dananya ke negara lain yg tingkat suku bungannya tinggi atau dengan mencari suatu negara dengan inflasi tinggi , dan tentunya Kursnya lemah atau melemah ,sebab kemudian negara tersebut akan menaikan suku bunganya, dan menguatkan nilai kursnya J. Dan begitu seterusnya siklus naik turun itu berlangsung. Tapi bagaimana jika “CRASH”, dan siklus itu tidak seimbang sehingga akan berdampak akan terjadi krisis pada suatu negara. Misal ketika terjadi inflasi tinggi, dan kurs melemah terus menerus, dan tidak naik-naik.
Berdasarkan teori IFE tersebut , maka secara alami negara-negara dengan pemilik perusahaan-perusahaan besar dan kelebihan kas akan terus melakukan upaya untuk meraih keuntungan dari treasury-treasury tersebut.
Kesimpulanya masing –masing negara mempunyai porsinya sendiri sesuai dengan kekuatan ekonominya, hanya saja negara-negara dengan tingkat kekuatan ekonomi yang rendah harus selalu lihai(waspada) dalam sistem ini, sebab sistem ini sangat nyaman jika kita mempunyai “DATA ASSET” yang besar. Secara umum sistem ini seperti sama dengan mekanisme pasar, jika ada kecurangan dan terjadi distorsi pasar, maka harus ada intervensi dari pemerintah, dan hampir pasti tidak ada yang tidak ada kecurangan, sebagaimana mekanisme pasar, bagaimana mungkin seorang individu George soros bisa menghancurkan sebuah perekonomian suatu negara.
- Dilatarbelakangi oleh teori ini (inflasi tinggi = kemudian suku bunga dinaikan agar inflasi rendah=kurs melemah). Sistem ini sepertinya hanya mengandalkan data-data keuangan, sehingga kemungkinan pemilik kas terkuat akan dapat selalu menstabilkan siklusnya, sehingga suatu negara, jika kekuatan ekonomi “ DATA ASSET”-nya kuat, maka akan selalu dapat mengontrol sistem ini(menaikan dan menurunkan suku bunga dan inflasi), tetapi jika suatu negara kekuatan ekonomi “DATA ASSET”-nya lemah, maka dengan sistem ini sepertinya hanya akan selalu jadi debitur. Oleh karenanya ketika ingin menilai dollar dimasa depan sebenarnya cukup dengan membaca data inflasi dan suku bunga amerika saja.
- Berdasarkan teori ini, Jika suku bunga AS tinggi, maka berbondong-bondong uang akan mengalir ke AS, sehingga dollar akan kembali menguat(tapi ini bertentangan dgn teori IFE, dimana negara dgn suku bunga tinggi akan terdepresi oleh negara dgn suku bungan rendah).
- Sejumlah negara yang mempunyai inflasi tinggi cenderung mempunyai suku bunga tinggi, mengapa ?
Jika dalam suatu Negara tengah mengalami tingkat inflasi yang tinggi dimana jumlah uang beredar relatif lebih banyak dibandingkan dengan jumlah barang, pemerintah akan berusaha mengatasi hal tersebut dengan meningkatkan tingkat suku bunga. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat lebih memilih untuk menyimpan uang mereka di bank dari pada mengkonsumsinya. Sehingga tigkat permintaan atau konsumsi barang atau jasa dapat menurun . Hal ini dapat berdampak pada keseimbangan jumlah barang dan jumlah uang beredar sehingga dapat kembali pada keadaan equilibrium atau keseimbangan semula.
- Jepang biasanya memiliki inflasi yang lebih rendah daripada AS. Bagaimana hal ini akan mempengaruhi ekspetasi nilai yen jepang ? mengapa hubungan diharapkan tidak selalu terjadi ?
Tingkat Inflasi Negara Jepang Dan Amerika.
Pergerakan tingkat inflasi di negara Jepang dan Amerika selama kurun waktu dua tahun lebih, mulai dari bulan Januari tahun 2010 sampai dengan April tahun 2012 dapat dilihat pada grafik di bawah.
Gambar 1. Tingkat Inflasi Jepang Dan Amerika Periode 2010-2012
Terlihat jelas bahwa sepanjang dua tahun lebih, tingkat inflasi di negara Amerika relatif lebih tinggi dibanding dengan pergerakan tingkat inflasi di negara Jepang. Inflasi di Amerika bergerak di atas satu persen, sedangkan tingkat inflasi di negara Jepang di bawah satu persen.
Pergerakan Nilai Tukar Yen Jepang Terhadap Dollar Amerika.
Kurva pergerakan kurs USD/JPY sepanjang Januari 2010 sampai dengan April 2012 dapat dilihat pada gambar di bawah. Secara keseluruhan, Kurs USD/JPY cenderung bergerak turun sepanjang kurun waktu tersebut.
Gambar 2. Kurva Pergerakan Kurs USD/JPY Periode 2010-2012
Mata uang Yen Jepang cenderung menguat selama hampir dua tahun lebih. Walaupun pada bulan Februari dan Maret tahun 2012, Yen Jepang terdrepresiasi oleh Dollar Amerika.
Hubungan Kurs USD/JPY Dengan Tingkat Inflasi Jepang.
Hubungan antara nilai tukar Yen Jepang terhadap Dollar Amerika dengan tingkat inflasi negara Jepang untuk periode januari 2010 sampai dengan April 2012 dapat dilihat pada gambar di bawah. Terlihat bahwa tingkat inflasi Jepang dengan Kurs USD/JPY memiliki korelasi negatif dengan kekuatan yang medium.
Hubungan Kurs USD/JPY Dengan Tingkat Inflasi Jepang
Hubungan antara tingkat inflasi Jepang dengan pergerakan Kurs USD/JPY memiliki nilai koefisien korelasi r sebesar -0,670. Sekitar 44,9 persen tingkat inflasi memiliki korelasi negatif dengan kurs USD/JPY. Artinya, ketika tingkat inflasi di negara Jepang bergerak naik, maka sekitar 44,9 persen kemungkinan kurs USD/JPY juga akan bergerak turun. Dengan kata lain, Nilai tukar Yen Jepang terhadap Dollar Amerika cenderung naik ketika inflasi Jepang naik.
Hubungan Kurs USD/JPY Dengan Tingkat Inflasi Amerika.
Korelasi antara Kurs USD/JPY dengan tingkat inflasi Amerika untuk periode januari 2010 sampai dengan April 2012 dapat dilihat pada gambar di bawah. Terlihat bahwa hubungan Kurs USD/JPY dengan tingkat inflasi Amerika memiliki karakter yang relatif sama dengan hubungan Kurs USD/JPY dan tingkat inflasi Jepang.
Hubungan Kurs USD/JPY Dengan Tingkat Inflasi Amerika
Kurs USD/JPY bekorelasi negatif terhadap tingkat inflasi Amerika walaupun dengan kekuatan yang lemah. Hubungan kedua variabel ekonomi ini memiliki nilai koefisien korelasi r sebesar -0,439. Hanya sekitar 19,3 persen tingkat inflasi memiliki korelasi negatif dengan kurs USD/JPY. Artinya, ketika tingkat inflasi di Amerika naik, maka hanya sekitar 19,3 persen kemungkinan kurs USD/JPY akan bergerak turun.
Korelasi Kurs USD/JPY Dengan Tingkat Inflasi Berdasarkan Teori PPP
Secara matematis hubungan tingkat inflasi di Jepang dan Amerika dengan nilai tukar mata uang Yen Jepang tehadap Dollar Amerika dapat diformulasikan sebagai berikut:
Tingkat inflasi Jepang dinotasikan dengan iJPY dan tingkat inflasi Amerika dinotasikan iUSD, sedangkan nilai tukar Yen Jepang terhadap Dollar Amerika dinotasikan USD/JPY. Kurs USD/JPY menyatakan jumlah Yen Jepang yang dibutuhkan untuk membeli satu Dollar Amerika. Misal USD/JPY 100,0, artinya untuk mendapatkan satu Dollar Amerika harus ditukar dengan 100,0 Yen Jepang.
Dari persamaan tersebut dapat diketahui, jika tingkat inflasi Jepang lebih rendah daripada tingkat inflasi Amerika, maka kurs USD/JPY bergerak turun. Artinya nilai tukar mata uang Yen Jepang naik terhadap Dollar Amerika. Atau Yen Jepang terapresiasi sedangkan Dollar Amerika terdepresiasi.
Gambar di bawah menunjukkan posisi relatif kurs USD/JPY (2), kurva warna merah terhadap kurs USD/JPY (1), kurva warna biru. Kurs UISD/JPY (2) dihitung berdasarkan persamaan dari paritas daya beli, PPP.
Kurs USD/JPY Berdasarkan Teori PPP, Periode 2010-2012
Jika posisi kurva USD/JPY (2) di bawah kurva USD/JPY (1), hal ini menandakan, bahwa kurs USD/JPY (2) lebih kecil daripada kurs USD/JPY (1). Artinya, kurs USD/JPY yang diekspektasi dengan perbedaan tingkat inflasi lebih rendah daripada kurs spot USD/JPY. Sebaliknya jika posisi kurva USD/JPY (2) di atas kurva USD/JPY (1), artinya kurs USD/JPY yang diharapkan akibat perbedaan tingkat inflasi lebih tinggi daripada kurs spotnya.
Gambar 1. di atas memperlihatkan posisi kurva tingkat inflasi Jepang terhadap Tingkat inflasi Amerika mulai Januari 2010 sampai dengan April 2012.
Selama lebih dari dua tahun, tingkat inflasi Amerika lebih tinggi daripada tingkat inflasi Jepang. Sesuai dengan persamaan dari teori PPP, maka selama periode yang sama dapat diperkirakan bahwa kurs USD/JPY seharusnya bergerak turun.
Pada gambar 2. dapat dilihat bahwa kurs USD/JPY selama periode bulan Januari 2010 sampai dengan April 2012 membentuk tren turun. Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam periode tersebut tingkat inflasi Jepang dan Amerika dengan kurs USD/JPY memenuhi kaidah dari Purchasing Power Parity.
Kesimpulan dari analisa saya terhadap semua teori diatas adalah, bahwa ketika sistem dicerna dan diurai maka akan bisa didapatkan sebuah pola, paling tidak pendekatan pola, sehingga kita bisa mendapatkan manfaat dan mengurangi kerugian, tapi tidak dipungkiri juga bahwa ada sistem yang tidak sempurna atau memang tidak pernah ada sistem yang sempurna, dimana terjadi penyimpangan dari hubungan / teori yang diharapkan atau memang ada variable-variable lainnya yang terlewatkan, sehingga ketika kita sepenuhnya menerapkan sebuah sistem , mengapa mempertaruhkan seluruhnya pada sistem tersebut, apakah memungkinkan jika ada mekanisme perbaikan, mekanisme jalan belakang, mekanisme recovery, mekanisme backup, dll.